Parepare, (Kemenag Parepare) – Kurikulum Cinta terpampang nyata di Kantor Kementerian Agama Kota Parepare, bukan hanya sekadar teori namun aktualisasi dari program tersebut disaksikan langsung para peserta apel sore yang dilaksanakan di halaman kantor pada Selasa, 16 September 2025.
Bermula dari kedatangan seorang penjual asongan yang menawarkan
dagangannya di saat pelaksanaan apel akan dimulai. Alih-alih menolak kehadiran
penjual tersebut, Kakan Kemenag H. Fitriadi justru mengajak bicara wanita
berperawakan kecil tersebut dan menyuruhnya ikut menyaksikan apel pada sore
yang cerah itu.
Hingga seluruh prosesi pelaksanaan apel selesai, Kakan
Kemenag menyuruh penjual tersebut membagikan bolpoin jualannya kepada seluruh
peserta apel tanpa terkecuali. Dengan senyum yang tidak pernah hilang dari
wajahnya, wanita itu membagikan satu persatu bolpoin kepada peserta apel. Wajahnya
terlihat sangat bahagia karena bolpoin jualannya habis terjual sore itu.
Sesuatu yang tentu tidak pernah terbayang sebelumnya.
Para peserta apel menerima bolpoin dengan beragam pertanyaan
di hati, ada apa ?. Meski sebagian sudah memastikan bahwa kepala kantor ingin membantu
penjual itu agar dagangannya bisa terjual, namun semuanya masih menunggu, ada ‘hikmah’
apa gerangan yang ingin disampaikan kepala kantor di balik peristiwa ini.
“Ibu ini menawarkan jualannya, katanya dari pagi menjual tapi hingga sore hari ini belum ada yang terjual,” ujar kepala kantor saat suasana mulai tenang usai pembagian bolpoin.
Ia kemudian memberikan gambaran kepada seluruh peserta apel
jika seandainya mereka berada di posisi ibu penjual asongan itu. Menjual dari
pagi berjalan kaki dari kantor ke kantor hingga sore namun jualan belum ada
yang laku.
“Kita bisa bayangkan bagaimana perasaan ibu ini menjual dari
pagi sampai sore namun belum ada jualan yang laku. Bandingkan dengan keberadaan
kita di kantor yang kemungkinan besar hanya datang duduk di ruangan ber-AC
tanpa melakukan aktivitas apapun seharian,”ujar H. Fitriadi dengan mata
berkaca-kaca.
Semua terdiam dan mulai mengambil hikmah dari pelajaran
berharga di balik peristiwa sore itu. Rasa empati terhadap orang lain sekaligus
introskpeksi diri sebagai aparatur negara.
Rasa empati terhadap perjuangan seseorang yang berusaha
menjajakan barang-barang jualannya sepatutnya kita hargai. Kalaupun tidak bisa
membeli, maka jangan sampai kita menolak dengan bahasa yang bisa menyakiti
perasaannya.
Perjuangan wanita ini dalam mencari nafkah halal di usianya
yang sudah tidak muda lagi, patut kita contoh. Meski fisiknya terlihat kurus
namun usahanya pantang mundur, tidak ada niat duduk diam meminta-minta di
pinggir jalan, terlebih lagi tidak ada niat mengambil hak orang lain dengan
mencuri atau merampas hak orang lain.
Jika ibu ini harus berjuang dari pagi sampai sore dengan
hasil yang belum tentu ada, maka marilah kita sebagai pegawai yang digaji oleh
negara untuk instrospeki diri, sudah sesuaikah beban kerja yang kita laksanakan
dengan gaji yang kita dapatkan.
Penerapan Kurikulum cinta tidak harus direncanakan, namun
kejadian spontan seperti yang dicontohkan Kakan Kemenag inilah implementasi
kurikulum cinta yang sesungguhnya.(Wn)



0 comments:
Posting Komentar